Sehimpun Sajak Bunyamin Fasya: Selembar Daun Jatuh

 

Dan Anak Sama Bapak Itu Menggerus Bumbu;

di Luar Rumah, Bulan Menggantung di Ujung Waktu

 

DAN

 

Anak sama bapak itu menggerus bumbu di cobek batu

Di luar rumah, bulan menggantung di ujung waktu

Kemiri, cabe merah, kunyit, bawang merah, bawang putih, dan biji ketumbar

Serta garam. Diulek halus dengan jemari mungil

Dua ekor kelalawar  mengintip di sempit ventilasi

 

Mereka akan membuat nasi goreng

Detik detik riwayat sedang disemai di sembir mimpi

“Nak, nyalakan kompor gasnya. Siapkan wajannya!”

“Ini pelajaran sabar ya Bah?”

Silir angin mulai merangkul kembung perut bumi

 

Bapaknya tak berucap. Dituangkannya bumbu pada panas minyak.

Telor ayam dan nasi dingin dari mangkuk dilepas dengan ikhlas

Waktu kian sesat dan terlepas saat hujan merayap di sela atap

Suara ngilu serok yang menggesek wajan menyayatkan telinga. Dapur kian bengkak

Lalu dingin yang dikumandangkan hujan mengepung tata ruang

 

Nasi sudah matang, meski agak gosong sebagian

Bulan hilang, awan ngambang, bintang padam

Mereka bersila berhadapan, makan nasi goreng di atas talam

Berbincang tentang kecap, bawang, dan panjang masa depan

Di luar; kian kelam, kelam, dan berbayang!

 

2013

 


Mereka Bilang, Tapi Bagiku, Aku bilang

 

Yang fana adalah waktu, Sapardi bilang

Tapi bagiku yang fana adalah lagu

 

Aku mengapung ringan meninggi padamu, Acep Zamzam bilang

Tapi kubilang, aku tertegun diam tunduk padamu

 

Tak ada yang kekal di bumi semua kembali padamu, Soni Farid bilang

Tapi bagiku yang kekal adalah bumi

 

Aku ingin diusik selagi asik, Putu Oka bilang

Tapi kubilang, aku ingin sunyi dalam berisik

 

Sunyi telah mati di muaraku, Arief Bagus bilang

Tapi bagiku bising telah membuncah di hatiku

 

Aku bayangkan ada orang kepanasan berenang dalam kaldera, Zawawi bilang

Tapi kubilang, aku bayangkan ada orang kedinginan mandi dalam bejana

 

Matahari telah memar cakrawala luka bakar, Goenawan bilang

Tapi bagiku bulan seperti kembang, bintang tegar memandang

 

Aku gelisah saja sepanjang malam, mudah terganggu suara hujan, Jokpin bilang

Tapi kubilang aku tenang setiap saat dengan kegaduhan alam dunia

 

Mereka bilang, tapi bagiku, aku bilang!

 

                                    2013

 

Berahi

Malam lebam dibogem bohlam
Bintang mengendap di tulang awan
Genting genting mencekam

2013

 

Jangan Kita Bicarakan Hujan, Sayang!

 

Jangan kita bicarakan hujan, sayang!

Tak ada artinya; ia pasti akan begitu saja, mengalir rincik atau mengalir deras.

Jadi kemalir, sungai, atau jeladri. Sudah itu hilang.

Mari bicarakan ember saja, yang selalu setia menampung tetesnya sampai berlumut.

Sungguh dia memang setia menahan dingin, luka gigil, dan licin lumut.

Kadang kita sering membenturkannya dan menyeretnya dengan kaki

pada dinding tembok samping jemuran. Kasihan.

 

Sayang, mari kita rawat ember kita itu. Jangan diseret. Kita angkat sama-sama.

Lalu simpan di dapur. Buat menampung baju-baju kotor dan membilas.

Setelah kosong. Kita simpan dipojok tembok. Lalu kita mendekam di sana. Dalam lingkaran dan penyatuan.

 

“Kita simpan saja setiap kenangan yang terus menggerus kota yang kita diami sekarang”

 

Riwayat Tukang Patung

 

Disayat-sayatnya patung yang sedang dibuat itu

Sampai ia meringis; perih mungkin juga geli.

Patungnya berkelamin perempuan.

Tanah likat ditambalsulamkan, pada bagian lekuk tubuh;

menjadi tulang, otot, juga daging.

 

Kini, patung itu sempurna

Bertubuh denok, berparas cantik dan selalu tersenyum manis

Meski terlihat malu-malu karena merasa dirinya tak berbaju

 

(angin sesekali iseng meraba pada bagian-bagian daging yang janggal)

 

Sementara;

Si tukang patung, tersenyum juga

Ia merasa selesai menyayat-nyayatnya

Meski dirinya selalu ingat pada bapaknya sendiri

 

Ibrahim!

 

2012

 

Baca Juga: Laila-Majnun

 

Selembar Daun Jambu

 

Ada selembar daun jambu kering

Terdampar di halaman rumah

Dia datang begitu saja;

merasa asing, tak dikenalnya sekeliling

 

Pada angin yang menghapus

Bekas jarak, bertanyalah Ia

“Kenapa kau lepas aku dari cabang pagi dan didamparkan di sini?”

 

Angin menjawab, “ada seikat lidi yang belum mengenalmu, ia sangat ingin sekali menyapa dan menyapumu karena mereka telah terpisah dari daun yang menghimpitnya. Lepas oleh sebitan pisau!”.

 

2011

 

Lewat Celah Pintu

 

Lewat celah pintu

Kulihat seorang Lelaki membawa kembang

Berjalan ke  barat

(suara langkah kakinya seperti derap kaki kuda liar)

 

”aku akan membawamu berdendang

Di bawah kilatan lampu-lampu

Dan kita akan membakar diri kita di sana”

 

Lewat celah malam,

Kulihat lelaki itu membawa kembang, kembali,

Berjalan ke timur

(cuaca malam sayup-sayup menegur bulan)

 

”aku akan membawamu ke ruang kosong,

Sambil membakar dupa dan kemenyan

Dan kita akan membakar doa-doa di sana”

 

Jejalan pun, penuh rumputan lalang yang ragu-ragu

Malam semakin gagu!

 

                                                2009

 

Baca Juga: Carpon Asep Zuhud - Gening

 

Ketika Aku Mengenal Hujan

 

Ketika aku mengenal hujan,

Selalu ricik dan lesitnya yang kukenal; juga kau

Ketika kita berdua telanjang bulat hujanan.

 

(Pernah kita berdua jatuh saat hujan melesatkan kita

Dalam genangan. Kembang yang aku bawa pecah berkeping-

Keping. )

 

Rambutmu lalu kau petik dan kau jelmakan benang. Dengan jarum yang terselip di celah rambutmu; dalam anggun kau sulam kepingan kembang itu. Menjadi

Sanggul dan menghias rambutmu yang ikal terurai.

 

(Cuaca menjadi Sinau! Lalu  Kita berdua mengambungnya pada setiap kembang yang tersulam. Di taman—samping Ranjang)

 

                                    2009

 

Penulis

Bunyamin Fasya, lahir di Tasikmalaya 16 November 1978. Selain menjadi dosen di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung, ia aktif di FAS (Forum Alternatif Sastra) Bandung.  Puisi dan esainya pernah dimuat di beberapa media seperti Jurnal Sajak, Jawa Pos, Pikiran Rakyat,  Kompas Jabar, Tribun Jabar, Buletin Jejak, Grandis, Wacana Publik, Majalah Suaka. Salah satu buku antologi puisinya adalah; "Metamorfosa" (Komunitas Siraru, 2003)

Post a Comment

Previous Post Next Post