Sehimpun Sajak Wawan Sutaji: Sebelum Fajar

 


Bukit Rimbun

 

Semilir angin mengelus daun-daun

Rerumputan juga anggun gaun

Mengalunkan lagu ketentraman

Pelan-pelan menembus dada, lalu meletakkan ketenangan

 

Di kaki bukit yang rimbun

Sungguh hati meresa kehilangan

Rindu yang datang bersama angin

Menyapa dengan senyum kebahagiaan

 

Sedikit heran, ia tiba tak beserta harummu

Kemana indahmu berlabuh?

 

Tiada ucapan, setelah tanda kecupan itu

Lembayungpun enggan melukis wajahmu dibayang-bayang pohon cemara

 

2020


Sebelum Fajar

 

Bersama Malam, dingin menjelma embun

Menyelimuti setiap hati yang unggun

tetesnya, membasuh luka dengan kelembutan

Mencoba menghiasi malam dengan bening

Di kota hening tak berperasaan

 

Saat semesta temaram

Saat itu embun menggeliat

Lalu menyembul kepermukaan awan

Mengintip hangat mengungkap hasrat

Bercengkrama dengan keresahan impian

Menyampaikan kesungguhan cinta akan nafas tumbuhan

 

Sebelum fajar, semua terpejam lelap dalam gelap hati yang curam

Bersama embun, malam tak lagi menankutkan

 

2020




Kabar dari Malam

 

Bulan dibalik mega mendung

Sinarnya redup tak mampu menyibak murung

Mengantar sepi menjenguk nada-nada kesedihan

Detik kedetik semakin meradang

 

Sementara malam, masih melaju ke ujung lorong paling sunyi

Sepanjang perjalanan itu bunyi-bunyi semakin nyata di tiap hati

 

Di kejauhan, raung serigala

Terus menggetarkan cakrawala

Merobek jubah-jubah kesucian

Melipat perisai keimanan

Hingga nafas-nafas ketakutanpun

Tergesa-gesa mencari tempat perlindungan

 

Tak adakah kemantaapan tuk menerkam kepedihan?

Lalu untuk apa cahaya diagungkan

Jika tak menindak kegelapan

 

2020


Gerimis Di Jantung Kota

 

Gerimis mulai turun

Tetesnya menabuh daun-daun pohon jambu yang mulai layu

Mengusir setiap debu yang hinggap dirantingnya

Hingga jatuh, gerimis itu tak sempat memeluk tanah

Terhalang plastik yang menjadi sampah

Berserakan di pangkal pohon

 

Sementara layang-layang masih terus di terbangkan

Berkompromi dengan angin tuk mencipta senyum

Walau benangnya kian memberat

Tetap saja menari Bersama burung gereja

Di atas gedung yang beratapkan kesombongan

 

Setelah jemu di ketinggian

Menilik alam yang tak Nampak hijau

Layang-layang itu

Meminta gerimi ssegera menjadi hujan

Lalu memukulny ahingga lebur

Agar tak menggantung di kabel kota

 

2020


Tentang Air Mata

 

Kau tuangkan kesedihan

Di kertas putih halaman paling pertama

Bertintakan air mata

Mengungkap segala rahasia pada lembar-lembar berikutnya

 

Hingga memuai luasnya hatimu

Sedikit demi sedikit pedih kau lepas pergi

Mengikis gemuruh dendam

Menghirup udara segar di balik kabut kepengapan

 

Badai yang mencengkam

Kau halau dengan sampan yang berisi air hujan

Kayuhanmu mengoyak pil umenyingkap biru

Putih pesisir dan hijaunya daun kelapa

Melambai mengajakmu bersujud pada semesta

 

Semua hanyalah cerita

Yang sekilas tiba lalu pergi dan kembali mengairmata

 

2020

 

Post a Comment

Previous Post Next Post