Sehimpun Sajak Ibnu Fadilah: Tetesan

 


Tetesan

 

Ada yang sedang berbaring

Bersamaan dengan tetesan gerimis

Ada yang menggigil

Bersamaan dengan angin malam

Menyapu dada mencengkram kepala

Hujan pun enggan reda

Dan irama yang ia buat

Menambah suasana semakin pilu saja

 

Cibiru, 5 Maret 2020

 

Mati

 

Nada nada yang jatuh di atap genting

Menghujam dada penyebab kengerian

Ada kenangan yang menyibak kesakitan

Kau membunuh aku di jalan-jalan kehidupan

Lalu terkapar bersimbah darah harapan

Jangan membuatku mati untuk yang kesekian kalinya

Bila kau tak mau aku hidup

 

Cibiru, 5 Maret 2020

 

Ambigu

 

Engkau mengatakan aku mencintaimu

Tapi aku ragu

Kau bagai dua sisi yang coba aku terka:

Mungkin kau bagai konsep Heraclitus yang selalu berubah

Atau mungkin bagai konsep Zeno yang tetap

Tapi kau tak keduanya atau sebaliknya

Kau masih saja ambigu.

 

Cibiru, 5 Maret 2020

 

 

Di kafe itu

 

Kau duduk dengan sebuah buku

Yang setiap katanya berbondong-bondong ingin kau baca

Serta kopi yang menanti kau minum

Sementara aku asing bagimu

Layaknya musafir

Terkadang aku ingin menjadi bukumu

Atau sekadar menjadi secangkir kopi bagimu

Tapi mungkin jika itu tiba saatnya

Kau lekas menutup bukumu

Dan pergi

Pada akhirnya aku hanyalah orang asing yang juga akan pergi

Cibiru, 5 Maret 2020

 

Menanti sebuah akhir

 

Ini adalah perjalanan

Yang memaksa memangkas usiaku

Andai saja waktu tak bersikeras ketagihan

Mungkin aku akan berterimakasih lebih awal

Karena perjalanan ini pahit

Tapi sial! Pengkhotbah bilang jika hal itu harus disyukuri

 

Aku hanyalah makhluk yang terpenjara waktu

Dan waktu tak pernah merasa memenjara aku

Dan kami hidup berdampingan

Pada akhiranya waktu juga tak akan sengaja meniadakanku

 

Cibiru, 5 Maret 2020

Post a Comment

Previous Post Next Post